MediaJawa - Direktur Jenderal HAM, Dhahana Putra, prihatin dengan maraknya perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang telah menjadi perhatian publik beberapa waktu ke belakang. Ia meyakini perundungan di PPDS akan menciptakan kondisi kerja yang buruk bagi para calon dokter spesialis.
"Para calon dokter spesialis harus mendapat kondisi kerja yang layak dan tentunya terbebas dari perundungan sehingga kesehatan mentalnya tidak terganggu," terangnya.
Dhahana khawatir jika perundungan di PPDS tidak ditangani, maka tidak hanya kesehatan mental para calon dokter spesialis yang terdampak, namun juga pelayanan kepada pasien berpotensi tidak optimal.
"Karena itu, kami sangat mendukung langkah Pak Menteri Kesehatan yang tidak membiarkan perundungan terus berlanjut dengan mengambil langkah tegas dan terukur," ucap Dhahana.
Lebih lanjut, Direktur Jenderal HAM menjelaskan bahwa upaya Menteri Kesehatan untuk tidak membiarkan perundungan berlanjut merupakan bentuk penghormatan, perlindungan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28G ayat (1), yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang berada di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Selain itu, ini juga sejalan dengan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menegaskan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan dari perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat manusia, termasuk tindakan perundungan.
"Boleh dikatakan, ini wujud konkret Kemenkes melindungi hak asasi manusia para calon dokter spesialis, dalam hal ini yaitu kesehatan mental mereka dari tindakan perundungan," terangnya.
Direktur Jenderal HAM mengapresiasi diterbitkannya Instruksi Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES/1512/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Perundungan terhadap Peserta Didik pada Rumah Sakit Pendidikan di Lingkungan Kementerian Kesehatan. Kendati demikian, menurutnya penting untuk memastikan agar regulasi ini dapat dipahami dengan baik oleh para peserta didik, khususnya dalam konteks ini di
PPDS.
"Penting juga tentu adanya mekanisme pengawasan yang memadai dan efektif dalam menerapkan instruksi Menkes ini untuk kemudian meminimalisir terjadinya
perundungan," imbuhnya.
Pada kesempatan ini, Dhahana juga mengajak para calon dokter spesialis yang tengah menempuh PPDS untuk tidak ragu melaporkan bila mengalami perundungan dalam menjalani studi.
"Mari kita putus mata rantai perundungan di PPDS, tidak perlu takut menyampaikan dugaan perundungan ke Kemenkes atau pihak berwajib, karena memang menjadi kewajiban pemerintah memastikan para calon dokter kita mendapat lingkungan kerja yang bebas dari perundungan," pungkasnya.
Sementara itu, Hermansyah Siregar, Kepala Kanwil Kemenkumham Sulteng juga turut angkat bicara pada hal tersebut.
Ia juga menyayangkan terjadinya tindakan perundungan tersebut. Selain berdampak besar bagi kondisi mental dari para korban, hal itu juga berpotensi berdampak jangka panjang dalam proses pembangunan sumber daya manusia di Indonesia.
Hermansyah Siregar mendukung penuh untuk pemberian tindakan tegas bagi para pelaku. Disamping itu, ia juga menyebut akan intens membangun komunikasi dan koordinasi bersama Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah beserta mitra kerja terkait untuk terus menguatkan perlindungan HAM di seluruh wilayah Sulawesi Tengah.
Kata Hermansyah Siregar, penguatan kolaborasi menjadi hal penting untuk memastikan penanganan persoalan ham dapat berjalan lancar dan berkeadilan.
“Kita turut sesalkan juga, perundungan ini atau semacamnya sangat tidak bermoral, merusak mental anak bangsa yang akan melanjutkan tonggak kepemimpinan dimasa depan, pastinya untuk di wilayah Sulawesi Tengah, kita akan intens berkolaborasi terkait penanganan isu-isu HAM,” tandas Hermansyah Siregar.
- Kanwil Kemenkumham Sulteng